Kamis, 27 Desember 2012

penyesalan

penyesalan itu memang selalu dibelakang. orang terkadang bertindak sebelum berpikir, yang kemudian berakhir penyesalan. bagi sebagian orang pelampiasan penyesalan dengan menangis, meratapi yang telah terjadi, terus-menerus memikirkan dan bahkan menjadikan dirinya stag pada satu kondisi. tapi, ada juga yang menganggap penyesalan hanya bumbu  untuk terus maju, berpikir ke depan yang lebih baik. penyesalan hanya sebuah bumbu kehidupan, yang rasanya tergantung bagaimana kita memandang. penyesalan ada yang berasa manis karena dengan itu seseorang mengerti tentang kesalahan, ketepatan, kejelian dan berpikir. namun, penyesalan juga bisa berasa pahit sekali karena terus menerus meratapi dan tak beranjak. penyesalan itu selalu terjadi pada setiap orang, tergantung bagaimana kita "memasak dan membumbui" penyesalan itulah yang paling penting.

ketimpangan dan kemiskinan



A.    PENDAHULUAN
Disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan atau kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan adalah merupakan masalah besar yang dihadapi banyak negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Ukuran kemiskinan menekankan pada keadaan rumah tangga yang berada di posisi bawah pada distribusi pendapatan, sedangkan ukuran ketimpangan memiliki konsep yang lebih luas. Salah satu penyebab kemiskinan yaitu kurangnya pendapatan yang tercipta karena rendahnya lapangan kerja, yang merupakan penyebab pengangguran.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Salah satunya melalui pemahaman terhadap karakteristik kemiskinan dapat membantu pembuat kebijakan publik dalam menentukan strategi pertumbuhan bagi peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan diarahkan pada pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut yang perlu dilakukan adalah pertama, penajaman konsep. Kedua, targeting. Yaitu pembagian sasaran program antara yang paling miskin (poor of poor) dan yang miskin. Ketiga, pendampingan melalui fasilitator agar rakyat menjadi subyek pembangunan. Keempat, pengelolaan dana bergulir. Kelima, pengendalian yang menyangkut perumusan, pelaksanaan (koordinasi), pengawasan dan penyempurnaan konsep melalui evaluasi program. Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, angka kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat pengangguran Indonesia  masih tinggi. Hal tersebut terlihat dalam tabel 1 yang menunjukkan bahwa angka kemiskinan, pengangguran Indonesia masih berada pada angka dua digit.
Tabel 1. Data Kemiskinan dan pengangguran Indonesia

Tahun
Persentase penduduk miskin (%)
Tahun
Persentase pengangguran (%)

2007
16.58
2002
9,06

2008
15.42
2003
9,57

2009
14.15
2004
9,86

2010
13.33
2005
10,26

2011
12.49
2006
10,28

2012
11.96
2007
9,12

Sumber : BPS, 2012



Maka dari itu, diperlukan konsep atau model pembangunan yang lebih tepat untuk mengatasi masalah sosial Indonesia tersebut.


B.     PEMBAHASAN
1.      Transformasi Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat diukur dari pangsa sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, pengentasan kemiskinan, perolehan devisa melalui ekspor non migas, penciptaan ketahanan pangan nasional dan penciptaan kondisi yang kondusif bagi pembangunan sektor lain. Selain itu, sektor pertanian juga berperan sebagai penyedia bahan baku dan pasar yang potensial bagi sektor industri.
Peran sektor pertanian yang demikian besar dalam perekonomian Indonesia memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi. Namun, sejak Pelita IV pembangunan ekonomi Indonesia mulai bergeser pada  pembangunan sektor industri dan jasa yang mendukung sektor pertanian, khususnya pembanguan industri hulu dan industri hilir yang terkait dengan sektor pertanian. Sejak masa itu terjadi transformasi sektor pertanian ke industri. Hal tersebut ditunjukkan melalui penurunan proporsi output sektor pertanian terhadap output nasional. Selain itu, produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian masih relatif rendah. Pada Tabel 2, nampak bahwa dikaji dari kontribusinya terhadap PDB Indonesia selama tahun 2000-2006, sektor industri menyumbang lebih dari 24 persen, dimana lebih dari separuhnya merupakan sumbangan sub sektor agroindustri. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor industri mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 12 juta jiwa selama tahun 2000-2002, walaupun pada tahun 2003 sempat mengalami penurunan menjadi hanya 10.9 juta jiwa dan meningkat kembali pada tahun-tahun berikutnya.
Tabel 2. Tenaga Kerja dan Nilai Output Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan
di Indonesia, Tahun 2000-2006



Tahun
Tenaga kerja (juta jiwa)
PDB (Milyar rupiah)
Pertanian
Industri
Pertanian
Agroindustri
Non agroindustri
2000
40,5 (45,1)
11,7 (13)
216.813 (15,6)
240.677 (17,32)
90.641 (6,52)
2001
39,7 (43,8)
12,1 (13,3)
225.686 (15,64)
242.783 (16,83)
104.646 (7,25)
2002
40,6 (44,3)
12,1 (13,2)
232,973 (15,47)
247.686 (16,45)
119.523 (7,93)
2003
42,0 (46,2)
10,9 (11,8)
240.387 (15,24)
260.507 (16,52)
181.248 (11,49)
2004
40,6 (43,3)
11,1 (11,8)
247.164 (14,92)
269.949 (16,3)
200.003 (12,07)
2005
41,8 (44,3)
11,7 (12,3)
253.726 (14,49)
279.049 (15,94)
212.373 (12,13)
2006
40,1 (42,1)
11,9 (12,5)
261.296 (14,15)
291.505 (15,79)
222.687 (12,06)
Sumber : BPS, 2007




Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

Transformasi struktur perekonomian dari dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor industri menghendaki adanya kaitan yang kuat antara sektor pertanian dan sektor industri. Melalui keterkaitan tersebut, diharapkan nilai tambah komoditas pertanian dan penyerapan tenaga kerja menjadi semakin meningkat. Selain itu, melalui keterkaitan tersebut proses industrialisasi dapat berjalan mulus karena industri yang dikembangkan menggunakan bahan baku yang tersedia.
2.      Peran Agroindustri Dalam Perekonomian
Paradigma baru pembangunan ekonomi menempatkan strategi Agricultural Demand-Led Industrialization (ADLI) sebagai strategi industrialisasi yang menitikberatkan program pembangunan di sektor pertanian dan menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak pembangunan sektor industri dan sektor-sektor lain (Adelman, 1984; DeJanvri, 1984 dalam Sri Hery Susilowati 2007). Oleh karena sebagian besar sumberdaya berada di sektor pertanian dan sebagian besar penduduk Indonesia masih bergantung pada sektor pertanian, maka strategi ADLI akan menciptakan pertumbuhan pendapatan di kalangan rumah tangga pertanian yang sebagian besar memiliki keterkaitan kegiatan konsumsi sehingga menciptakan pasar bagi produk-produk domestik termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh sektor industri, dan hal ini akan menjadi pendorong terbentuknya pertumbuhan perekonomian nasional yang cepat dan merata. Studi-studi secara empiris yang telah dilakukan terdahulu mendukung pentingnya keterkaitan yang kuat antara sektor pertanian dan sektor industri (Bautista et al., 1999; Uphoff, 1999; Daryanto dan Morison, 1992 dalam Sri Hery Susilowati, 2007). Berdasarkan argumentasi di atas, industrialisasi pertanian, melalui pengembangan sektor agroindustri, dapat dipandang sebagai transisi yang paling tepat dalam menjembatani proses transformasi ekonomi di Indonesia. Bersama-sama dengan sektor pertanian sektor agroindustri akan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan mengurangi kemiskinan.
Pengembangan sektor agroindustri memiliki beberapa sasaran, yaitu: (1) sebagai penggerak pembangunan sektor pertanian dengan menciptakan pasar permintaan input ntuk produk olahannya, (2) menciptakan lapangan kerja, (3) meningkatkan nilai tambah, (4) meningkatkan penerimaan devisa, dan (5) meningkatkan pemerataan pembagian pendapatan. Ketangguhan industri yang berbasis pertanian telah terbukti pada masa krisis. Sektor agroindustri tidak banyak terpengaruh oleh krisis dan dengan cepat mengalami pemulihan. Ketangguhan industri pertanian dalam menghadapi goncangan ekonomi dikarenakan industri yang berbasis pertanian, terutama industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau menggunakan bahan baku penolong impor yang relatif kecil, hanya sekitar 7 persen dari total impor bahan baku penolong tahun 1998 dibandingkan.
Pentingnya peran sektor agroindustri bukan hanya dilihat dari ketangguhannya dalam menghadapai krisis ekonomi namun juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya keterkaitan produk, tetapi juga melaui media keterkaitan lain, yaitu keterkaitan konsumsi, investasi dan tenaga kerja (Rangarajan, 1982; Haggblade et al., 1991 dalam Sri Hery Susilowati, 2007). Hal ini berimplikasi bahwa dengan meningkatkan investasi di sektor agroindustri akan tercipta kesempatan kerja dan sumber pendapatan masyarakat, sehingga rumah tangga petani tidak hanya menggantungkan sumber penghidupan mereka pada sebidang tanah yang semakin menyempit, namun secara luas mampu mendukung pertumbuhan produktivitas. Kesemua itu akan berdampak positif bagi pengurangan kemiskinan yang sebagian besar berada di sektor pertanian.
Pentingnya peran sektor agroindustri juga terlihat dari nilai tambah yang diciptakan sebesar 23.3 persen dari total nilai tambah sektor industri tahun 2004. Peran tersebut akan semakin penting di masa datang dengan meningkatnya penduduk dan pendapatan per kapita serta urbanisasi yang kesemuanya akan mendorong peningkatan permintaan pangan olahan yang berkualitas. Dikaitkan dengan upaya pengurangan kemiskinan, perspektif ke depan pengembangan sektor agroindustri akan sangat penting mengingat kantong kemiskinan saat ini sebagian besar berada di perdesaan. Menurut Departemen Pertanian (2002 dalam Dwi Haryono, 2012), untuk mengembangkan sektor pertanian yang modern dan berdaya saing, maka agroindustri harus menjadi lokomotif dan sekaligus penentu kegiatan subsektor usahatani dan selanjutnya akan menentukan subsektor agribisnis hulu.
Pengembangan agroindustri dapat menjadi pilihan yang strategis dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di perdesaan. Hal ini disebabkan adanya kemampuan yang tinggi dari sektor agroindustri dalam hal perluasan kesempatan kerja. Pengembangan agroindustri yang berbasis pada masyarakat perdesaan merupakan sektor yang sesuai untuk menampung banyak tenaga kerja dan menjamin perluasan berusaha, sehingga akan efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat perdesaan. Berkembangnya agroindustri juga akan meningkatkan penerimaan devisa dan mendorong terjadinya keseimbangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian. Dengan demikian, kebijakan pembangunan agroindustri diharapkan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat di wilayah produksi pertanian dan mendorong penawaran hasil-hasil pertanian untuk kebutuhan agroindustri.
Dalam kaitannya dengan peran agroindustri dalam menurunkan kemiskinan perdesaan, Gandhi et al. (2001) melakukan studi tentang pembangunan agroindustri untuk petani kecil dan perdesaan di India. Hasil studi menunjukkan bahwa sektor agroindustri mampu memberikan sumbangan yang besar terhadap kesempatan kerja. Peran sektor agroindustri dalam mendorong kegiatan pembangunan dan menurunkan kemiskinan perdesaan dicerminkan oleh kemampuannya dalam peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja perdesaan, khususnya bagi kelompok petani berlahan sempit. Stanton (2000) melakukan studi tentang peran agroindustri dalam peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan di Mexico. Hasil studi menunjukkan bahwa perusahaan agroindustri pada tingkat lokal mampu menghasilkan nilai tambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan.
Agroindustri juga dapat digunakan sebagai sarana mengatasi kemiskinan karena memiliki spektrum kegiatan dan pasar yang sangat luas. Agroindustri juga dipandang sebagai sektor yang padat karya dan tidak banyak memerlukan modal untuk menghasilkan nilai tambah bahan mentah dan umumnya berada dekat dengan lokasi produksi bahan mentah. Dengan karakteristik tersebut pengembangan sektor agroindustri sangat sesuai bagi pengembangan industri-industri kecil di perdesaan. Agroindustri prioritas adalah agroindustri yang memiliki peran tinggi dalam meningkatkan output nasional, penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan sektor lainnya, khususnya sektor pertanian primer sebagai penyedia input serta perannya dalam menciptakan peningkatan pendapatan rumah tangga golongan rendah.
Agroindustri sebagai salah satu subsistem dalam sistem agribisinis yang terutama memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pemerataan pembangunan dan juga mempercepat pembangunan daerah. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu : (1) agroindustri memiliki potensi dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total karena memiliki pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan; (2) mampu menarik pertumbuhan sektor lainnya; (3) keragaan dan performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.
Peran agroindustri dalam mengurangi kemiskinan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Secara langsung pembangunan sektor agroindustri dan pembangunan sektor pertanian secara umum akan meningkatkan produktivitas pertanian melalui peningkatan produktivitas total faktor. Peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan pendapatan petani dan lebih lanjut akan menurunkan kemiskinan. Sedangkan peran secara tidak langsung adalah melalui sektor nonpertanian. Pembangunan agroindustri pada awalnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian dan melalui keterkaitan sektor akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara agregat dan selanjutnya akan mengurangi kemiskinan.
Kebijakan di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi baik peningkatan investasi atau peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan output sektor agroindustri. Melalui keterkaitan antarsektor lebih lanjut hal ini akan meningkatkan pertumbuhan output sektor ekonomi lainnya. Peningkatan output akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja, baik tenaga kerja pertanian maupun nonpertanian dan permintaan terhadap modal yang dipenuhi oleh rumah tangga dan perusahaan. Hal ini akan berdampak lebih lanjut pada peningkatan pendapatan rumah tangga dan perusahaan. Proses ini akan terus berlangsung melalui efek pengganda (multiplier effect).
Hasil analisis yang dilakukan oleh Sri Hery Susilowati et al (2007) menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor, investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Hery Susilowati (2007) dari sisi pemerataan pendapatan rumah tangga, agroindustri makanan memiliki peran yang baik, konsep industrialisasi berdasarkan startegi ADLI, pengembangan agroindustri makanan dapat dipandang sebagai neccesary condition karena perannya dalam mendorong peningkatan produktivitas sektor pertanian primer dan menghasilkan pendapatan rumah tangga buruh tani dan petani secara lebih merata.

C.     KESIMPULAN
Agroindustri merupakan salah satu subsistem agribisinis yang memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pemerataan pembangunan dan juga mempercepat pembangunan daerah. Agroindustri juga dapat digunakan sebagai sarana mengatasi kemiskinan karena memiliki spektrum kegiatan dan pasar yang sangat luas. Agroindustri juga dipandang sebagai sektor yang padat karya sehingga dapat mengurangi pengangguran, selain itu agroindsutri memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor pertanian dan keterkaitan ke depan dengan sektor industri. Dengan meningkatkan investasi di sektor agroindustri akan tercipta kesempatan kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Dengan demikian, agroindustri merupakan suatu konsep pembangunan yang bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.
REFERENSI
BPS. 2007. Tenaga Kerja dan Nilai Output Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan. www.bps.go.id

        . 2012. Data Kemiskinan Dan Pengangguran Indonesia. www.bps.go.id

Dwi Haryono. 2012. Dampak Industri Pertanian Terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral, Ekonomi Makro, Pendapatan Rumah Tangga Dan Kemiskinan Perdesaan. Tesis IPB. Tidak dipublikasikan

Sri Hery Susilowati. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia. Tesis IPB. Tidak dipublikasikan

Sri Hery Susilowati, Bonar, M. Sinaga, Wilson, H. Limbong dan Erwidodo. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia: Analisis Simulasi Dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.1, Mei 2007 : 11 – 36

Kamis, 07 Juni 2012

kelemahan program pengentasan kemiskinan


Kelemahan dan kekurangan program pengentasan kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokonya. Di Indonesia kemiskinan masih menjadi masalah besar yang ditunggu penyelesainnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan, namun tetap saja tingkat kemiskinan masih tinggi. Perlu adanya evaluasi program pengentasan kemiskinan agar program tersebut dapat berjalan sesuai tujuan. Selain itu, terdapat beberapa kelemahan program pengentasan kemiskinan sehingga tidak berjalan secara efisien. Kelemahan program kemiskinan tersebut, yaitu:
1)      Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro daripada pemerataan;
2)      Sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi;
3)      Lebih bersifat karitatif daripada transformatif;
4)      Memposisikan masyarakat sebagai objek dan bukan subjek;
5)      Cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan masih berorientasi pada ‘charity’ daripada ‘productivity’;
6)      Asusmsi permasalahan dan solusi kemiskinan sering dipandang sama daripada pluralistis.
Menurut Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK, 2003) beberapa kelemahan upaya penanggulangan kemiskinan yang berjalan selama ini antara lain:
1.      Program - program penanggulangan kemiskinan masih bersifat parsial, belum terpadu dan komprehensif.
2.      Belum tersedianya instrumen upaya penanggulangan kemiskinan yang spesifik sesuai dengan keragaman dimensi permasalahan kemiskinan di setiap daerah.
3.      Berbagai kebijakan yang semula diproyeksikan untuk mengatasi masalah kemiskinan pada kenyataannya melahirkan masalah baru, yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam menangani masalah kemiskinan.
4.      Lemahnya birokrasi pemerintah, kecilnya peran masyarakat, LSM, tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah, terhambatnya komunikasi pembuat program dengan stakeholders.
Selain itu, kesalahan analisis atau pentargetan sebagaimana terjadi dalam program-program ini menyebabkan banyak keluarga miskin gagal menikmati manfaat program-program tersebut. Ada banyak alasan mengapa terjadi pentargetan yang buruk, seperti sistem data dan informasi yang tidak tepat, kurangnya waktu untuk analisis mikro dan persiapan program, serta terlalu banyak program yang menggunakan pendekatan pentargetan berdasarkan wilayah. Sebagian besar aspek sosialisasi dan pelaksanaan adalah kurang memadai karena berbagai sebab.
Efektifitas program
1.       Percepatan penanggulangan kemiskinan  dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top-down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-sumber daya lokal.
2.       program yang dijalankan lebih dominan bersifat politis dibandingkan aspek strategis dan ekonomis. Pada kenyataannya banyak terjadi program-program yang telah dirancang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Penentuan lokasi dan penerima manfaat program lebih ditentukan oleh “kedekatan spesial” kelompok-kelompok tertentu dengan birokrasi maupun legislatif. Kondisi ini tentunya sangat sulit untuk menilai efektifitas program yang dilakukan dari aspek strategis dan ekonominya. Dan tentunya mengakibatkan kecemburuan social.
3.       Sinergi dan ego sektoral. Pembangunan di sektor pertanian selama ini masih belum menunjukkan adanya sinergisitas antar seluruh stakeholder. Sinergi antarbidang pembangunan sangat diperlukan demi kelancaran pelaksanaan dan tercapainya secara efektif dan efisien berbagai sasaran pembangunan. Demikian pula dengan adanya indikasi ego sektoral di dalam suatu pengelolan pembangunan. Konkretnya, program-program pertanian yang dilakukan harus ditunjang oleh semua sektor terkait.  Perencanaan pembangunan ke depan semestinya mengakomodasi konsep pemberdayaan dan partisipatif petani sebagai subyek dari kemiskinan itu sendiri.
4.       Kebijakan pertanian secara formal dinyatakan berlaku dan bisa dipaksakan, tetapi pada tahap pelaksanaan bisa kehilangan kekuasaan otonominya apabila kondisi dan karakter sosial orang-orang yang terlibat pengentasan kemiskinan petani tidak diperhitungkan secara matang.  Pada dimensi ini penting ada analisis sosial, politik, psikologis, dan ekonomis terhadap para politisi, pengusaha, birokrat, dan respons masyarakat lain (di luar petani), agar diketahui dan bisa dibangkitkan komitmennya terhadap program pengentasan kemiskinan petani tersebut. Pengentasan kemiskinan bukanlah pekerjaan instan melainkan perlu kerja keras, kebersamaan, dan keterpaduan segenap komponen bangsa.

Strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
Dalam mengatasi masalah kemiskinan diperlukan kajian yang menyeluruh (comprehensif), sehingga dapat dijadikan acuan dalam merancang program pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih menekankan pada konsep pertolongan. Pada konsep pemberdayaan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menolong yang lemah atau tidak berdaya (powerless) agar mampu (berdaya) baik secara fisik, mental dan pikiran untuk mencapai kesejahteraan sosial hidupnya. Dalam konteks ini, mereka dipandang sebagai aktor yang mempunyai peran penting untuk mengatasi masalahnya.
Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi (kata kuncinya adalah perlindungan kepada masyarakat). Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada masyarakat lemah atau miskin amat mendasar sifatnya, karena melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutup dari interaksi, karena hal itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dalam konsep pembangunan, pemberdayaan adalah menjadikan masyarakat bukan sebagai pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat akan lebih mengutamakan empat faktor penting yakni : pemberdayaan masyarakat (people empowerement), partisipasi masyarakat (people participation), organisasi masyarakat (community organization), dan pemimpin yang bijaksana (leadership). Faktor-faktor tersebut diatas dimaksudkan untuk memadukan dan menentukan arah kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan anatara lain meliputi :
1.       Kebijaksanaan yang tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijaksanaan langsung yang ditujukan kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
2.      Kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan masyarakat miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, dan sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan.
Adapun upaya yang yang harus dilakukan oleh stakeholders khususnya pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan kemiskinan yaitu :
1.      Pengentasan kemiskinan petani bukan sekadar masalah prosedural, mekanis, dan teknis, melainkan harus menukik sampai pada tataran moral. Di sinilah analisis sosial sebagai upaya mengenali karakter, dinamika sosial, dan denyut-jantung kehidupan (aspirasi) petani menjadi penting agar semua kebijakan di bidang pertanian selaras dengan aspirasi masyarakat petani. Sangat diharapkan kebijakan pertanian tersebut fasilitatif dan akomodatif terhadap keseluruhan aktivitas pertanian: sejak pemilikan tanah, budi daya tanaman, sampai pemasaran hasil pertanian. Keseluruhan kebijakan pertanian harus propetani
2.      Melalui program redistribusi dan Realokasi lahan. Untuk mensejahterahkan petani pangan, kita harus masuk kepada faktor utama (main production factor), yaitu faktor lahan. Untuk itu, program Realokasi dan Redistribusi Lahan pertanian harus menjadi arus utama (mainstream) penyelesaian masalah kemiskinan pedesaan serta harus segera pelaksanaannya. Langkah-langkah struktural yang perlu diambil adalah : (1) Membuat kebijakan sebagai batas minimal luas lahan garapan per rumah tangga. Misalnya petani sawah, dengan patokan harga berlaku saat ini, setiap rumah tangga petani layaknya minimal mengelola lahan seluas 2 hektar. (2) Pemerintah mengambil alih penguasaan lahan tertentu. Misalnya, lahan-lahan terlantar yang saat ini dikuasai oleh pengusaha. Demikian pula, lahan-lahan sawah yang diprediksi akan beralih fungsi dengan makin berkembangnya infrastruktur jalan di sekitarnya seyogyanya dibebaskan oleh pemerintah. Hal ini merupakan tindakan struktural yang nyata, bukan sekedar program program pengendalian konversi lahan pertanian. (3) Melakukan pencetakan sawah-sawah baru yang hak kepemilikan masih tetap di tangan pemerintah. Jadi, bukan sekedar pencadangan lahan abadi untuk pertanian tetapi merujuk dengan penyesuaian jumlah rumah tangga petani yang berlahan sempit. Langkah-langkah ini akan menjadi kerangka kerja program realokasi pengelolaan (bukan kepemilikan) lahan dan mendistribusikan kepada petani lahan sempit dan buruh tani.
3.      Petani dibantu mengerjakan sumber produksi lain di luar usahatani yang digeluti sekarang. Solusi kedua ini penting dipikirkan mengingat kebijakan redistribusi dan realokasi lahan (Reforma Agraria) selalu berbentiran dengan berbagai kepentingan serta pengakuan berhadapan dengan hak-hak kepemilikan. Bentuk sumber produksi lain adalah peternakan, perikanan, pengolahan hasil pertanian, dan kerajinan. Pemilihan kegiatan produksi lainnya yang akan menjadi sumber pendapatan tambahan adalah kegiatan yang tidak mempersyaratkan skill yang tinggi serta memiliki pasar yang luas. Artinya, petani pangan secara otomatis dapat mengerjakannya dan tidak lagi menghadapi kendala pemasaran. Karena itu, pemerintah dapat mengalokasikan sumberdaya yang dapat menjadi aset produksi petani pangan. Sebagi contoh di suatu tempat, setiap 10-15 rumah tangga petani dipercayakan untuk mengelola aset produksi berupa ”bangunan kandang sapi, sapi produktif, dan biaya kerja tertentu”. Perhitungan luas kandang dan jumlah sapi disesuaikan dengan skala ekonomi. Mungkin di tempat lain akan cocok dengan kambing, domba, ataupun ayam, dan lain-lain. Tentu, memerlukan kajian yang mendalam dan pemetaan jenis intervensi.
4.      Mengembangkan model kerjasama antara berbagai pihak (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, LSM, dan Perguruan Tinggi dalam menangani masalah lingkungan dan mengentaskan kemiskinan.
5.      Pengembangan kelembagaan dilakukan dengan pembentukan Kelompok Tani di setiap hamparan atau berdasar kesepakatan petani. Asosiasi Petani baik di Tingkat kelurahan maupun di tingkat kabupaten yang akan memberikan arahan terutama memasarkan produk yang dihasilkan dari Home industry komoditi yang diusahakan
6.      Meningkatkatkan dan melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
7.      Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia (capacity building) yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat melalui strategi pemberdayaan.
8.      Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling); dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia atau masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut; dan
9.      Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan. Diperlukan untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opporunity) yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna.
Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat dibutuhkan sekali, tujuannya adalah untuk menghilangkan egosektor dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut : pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani oleh secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, mulai dari pusat sampai kedaerah. Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial.  Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.
2. Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.
3. Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.
4. Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.
5. Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
Menciptakan Program Pemerintah yang Memihak
Bahwa musim paceklik akan hadir dalam setiap tahunnya. Oleh karenanya berbagai strategi adaptasi dilakukan masyarakat nelayan untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di wilayah pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara seksual (the division of labour by sex) yang berlaku pada masyarakat setempat.
Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup.
Sedangkan strategi adaptasi yang dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi pekerjaan untuk memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi tersebut diselingi dengan menjual barang-barang berharga yang ada dan berhutang. Namun, kedua strategi ini pun tidak mudah didapat karena berbagai faktor telah membatasi akses mereka.
Dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan mengembangkan sistem jaringan social yang merupakan pilihan strategi adaptasi yang sangat signifikan untuk dapat mengakses sumberdaya ikan yang semakin langka. Jaringan sosial diartikan oleh Mitchell sebagai seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara kelompok orang.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang nyata dalam mengatasi masa pacaklik ini, salah satunya jaminan sosial. Jaminan yang dibutuhkan masyarakat nelayan tidak muluk-muluk, mereka hanya memerlukan tersedianya dana kesehatan dan dana paceklik. Sementara itu, kebijakan tersebut harus disusun oleh struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan. Hal ini dikarenakan, pranata-pranata sosial budaya yang ada merupakan potensi pembangunan masyarakat nelayan yang bisa dieksplorasi untuk mengatasi kemiskinan dan kesulitas ekonomi lainnya.

Upaya untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui lima fokus yaitu:

1. Stabilitas Harga Bahan-Bahan Pokok
2. Mendorong Pertumbuhan yang Pro Rakyat Miskin
3. Menyempurnakan dan memperluas Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat
4. Meningkatkan Akses Masyarakat Miskin kepada Pelayanan Dasar
5. Membangun dan Menyempurnakan Sistem Perlindungan Sosial Bagi Masyarakyat Miskin.