Kelemahan dan kekurangan program pengentasan kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
tidak mampu mencukupi kebutuhan pokonya. Di Indonesia kemiskinan masih menjadi
masalah besar yang ditunggu penyelesainnya. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mengatasi masalah kemiskinan, namun tetap saja tingkat kemiskinan masih
tinggi. Perlu adanya evaluasi program pengentasan kemiskinan agar program
tersebut dapat berjalan sesuai tujuan. Selain itu, terdapat beberapa kelemahan
program pengentasan kemiskinan sehingga tidak berjalan secara efisien.
Kelemahan program kemiskinan tersebut, yaitu:
1) Masih berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi makro daripada pemerataan;
2) Sentralisasi kebijakan daripada
desentralisasi;
3) Lebih bersifat karitatif
daripada transformatif;
4) Memposisikan masyarakat sebagai
objek dan bukan subjek;
5) Cara pandang tentang
penanggulangan kemiskinan masih berorientasi pada ‘charity’ daripada ‘productivity’;
6) Asusmsi permasalahan dan solusi
kemiskinan sering dipandang sama daripada pluralistis.
Menurut Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK, 2003) beberapa kelemahan
upaya penanggulangan kemiskinan yang berjalan selama ini antara lain:
1.
Program - program penanggulangan kemiskinan masih
bersifat parsial, belum terpadu dan komprehensif.
2.
Belum tersedianya instrumen upaya penanggulangan kemiskinan
yang spesifik sesuai dengan keragaman dimensi permasalahan kemiskinan di setiap
daerah.
3.
Berbagai kebijakan yang semula diproyeksikan untuk
mengatasi masalah kemiskinan pada kenyataannya melahirkan masalah baru, yang
menyebabkan berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam menangani
masalah kemiskinan.
4.
Lemahnya birokrasi pemerintah, kecilnya peran masyarakat,
LSM, tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah, terhambatnya komunikasi
pembuat program dengan stakeholders.
Selain itu, kesalahan analisis atau pentargetan sebagaimana terjadi dalam
program-program ini menyebabkan banyak keluarga miskin gagal menikmati manfaat
program-program tersebut. Ada banyak alasan mengapa terjadi pentargetan yang
buruk, seperti sistem data dan informasi yang tidak tepat, kurangnya waktu
untuk analisis mikro dan persiapan program, serta terlalu banyak program yang
menggunakan pendekatan pentargetan berdasarkan wilayah. Sebagian besar aspek
sosialisasi dan pelaksanaan adalah kurang memadai karena berbagai sebab.
Efektifitas
program
1.
Percepatan
penanggulangan kemiskinan dilakukan
dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang
bersifat top-down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan
sumber-sumber daya lokal.
2.
program yang dijalankan
lebih dominan bersifat politis dibandingkan aspek strategis dan ekonomis. Pada
kenyataannya banyak terjadi program-program yang telah dirancang hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu. Penentuan lokasi dan penerima manfaat
program lebih ditentukan oleh “kedekatan spesial” kelompok-kelompok tertentu
dengan birokrasi maupun legislatif. Kondisi ini tentunya sangat sulit untuk
menilai efektifitas program yang dilakukan dari aspek strategis dan ekonominya.
Dan tentunya mengakibatkan kecemburuan social.
3.
Sinergi dan ego
sektoral. Pembangunan di sektor pertanian selama ini masih belum menunjukkan
adanya sinergisitas antar seluruh stakeholder. Sinergi antarbidang pembangunan
sangat diperlukan demi kelancaran pelaksanaan dan tercapainya secara efektif
dan efisien berbagai sasaran pembangunan. Demikian pula dengan adanya indikasi
ego sektoral di dalam suatu pengelolan pembangunan. Konkretnya, program-program
pertanian yang dilakukan harus ditunjang oleh semua sektor terkait. Perencanaan pembangunan ke depan semestinya
mengakomodasi konsep pemberdayaan dan partisipatif petani sebagai subyek dari
kemiskinan itu sendiri.
4.
Kebijakan pertanian
secara formal dinyatakan berlaku dan bisa dipaksakan, tetapi pada tahap
pelaksanaan bisa kehilangan kekuasaan otonominya apabila kondisi dan karakter
sosial orang-orang yang terlibat pengentasan kemiskinan petani tidak
diperhitungkan secara matang. Pada
dimensi ini penting ada analisis sosial, politik, psikologis, dan ekonomis
terhadap para politisi, pengusaha, birokrat, dan respons masyarakat lain (di
luar petani), agar diketahui dan bisa dibangkitkan komitmennya terhadap program
pengentasan kemiskinan petani tersebut. Pengentasan kemiskinan bukanlah
pekerjaan instan melainkan perlu kerja keras, kebersamaan, dan keterpaduan
segenap komponen bangsa.
Strategi
yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
Dalam mengatasi
masalah kemiskinan diperlukan kajian yang menyeluruh (comprehensif), sehingga
dapat dijadikan acuan dalam merancang program pembangunan kesejahteraan sosial
yang lebih menekankan pada konsep pertolongan. Pada konsep pemberdayaan,
pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menolong yang lemah atau tidak
berdaya (powerless) agar mampu (berdaya) baik secara fisik, mental dan pikiran
untuk mencapai kesejahteraan sosial hidupnya. Dalam konteks ini, mereka
dipandang sebagai aktor yang mempunyai peran penting untuk mengatasi
masalahnya.
Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi
(kata kuncinya adalah perlindungan kepada masyarakat). Dalam proses
pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena
ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan
pemihakan kepada masyarakat lemah atau miskin amat mendasar sifatnya, karena
melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutup dari interaksi, karena hal
itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dalam konsep
pembangunan, pemberdayaan adalah menjadikan masyarakat bukan sebagai pembangunan
yang berorientasi pada kepentingan rakyat akan lebih mengutamakan empat faktor
penting yakni : pemberdayaan masyarakat (people empowerement), partisipasi
masyarakat (people participation), organisasi masyarakat (community
organization), dan pemimpin yang bijaksana (leadership). Faktor-faktor tersebut
diatas dimaksudkan untuk memadukan dan menentukan arah kebijaksanaan
penanggulangan kemiskinan anatara lain meliputi :
1.
Kebijaksanaan yang tidak langsung yang
diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya
penanggulangan kemiskinan. Kebijaksanaan langsung yang ditujukan kepada
golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
2.
Kebijaksanaan khusus
yang dimaksudkan untuk mempersiapkan masyarakat miskin itu sendiri dan aparat
yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, dan sekaligus
memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan.
Adapun upaya yang yang harus dilakukan oleh
stakeholders khususnya pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan kemiskinan
yaitu :
1.
Pengentasan kemiskinan
petani bukan sekadar masalah prosedural, mekanis, dan teknis, melainkan harus
menukik sampai pada tataran moral. Di sinilah analisis sosial sebagai upaya
mengenali karakter, dinamika sosial, dan denyut-jantung kehidupan (aspirasi)
petani menjadi penting agar semua kebijakan di bidang pertanian selaras dengan
aspirasi masyarakat petani. Sangat diharapkan kebijakan pertanian tersebut
fasilitatif dan akomodatif terhadap keseluruhan aktivitas pertanian: sejak pemilikan
tanah, budi daya tanaman, sampai pemasaran hasil pertanian. Keseluruhan
kebijakan pertanian harus propetani
2.
Melalui program redistribusi dan Realokasi lahan.
Untuk mensejahterahkan petani
pangan, kita harus masuk kepada faktor utama (main production factor),
yaitu faktor lahan. Untuk itu, program Realokasi dan Redistribusi Lahan
pertanian harus menjadi arus utama (mainstream) penyelesaian masalah
kemiskinan pedesaan serta harus segera pelaksanaannya. Langkah-langkah
struktural yang perlu diambil adalah : (1) Membuat kebijakan sebagai batas
minimal luas lahan garapan per rumah tangga. Misalnya petani sawah, dengan
patokan harga berlaku saat ini, setiap rumah tangga petani layaknya minimal
mengelola lahan seluas 2 hektar. (2) Pemerintah mengambil alih penguasaan lahan
tertentu. Misalnya,
lahan-lahan terlantar yang saat ini dikuasai oleh pengusaha. Demikian pula, lahan-lahan sawah yang diprediksi akan
beralih fungsi dengan makin berkembangnya infrastruktur jalan di sekitarnya
seyogyanya dibebaskan oleh pemerintah. Hal ini merupakan tindakan struktural
yang nyata, bukan sekedar program program pengendalian konversi lahan
pertanian. (3) Melakukan pencetakan sawah-sawah baru yang hak kepemilikan masih
tetap di tangan pemerintah. Jadi, bukan sekedar pencadangan lahan abadi untuk
pertanian tetapi merujuk dengan penyesuaian jumlah rumah tangga petani yang
berlahan sempit. Langkah-langkah ini akan menjadi kerangka kerja program
realokasi pengelolaan (bukan kepemilikan) lahan dan mendistribusikan kepada
petani lahan sempit dan buruh tani.
3.
Petani
dibantu mengerjakan sumber produksi lain di luar usahatani yang digeluti
sekarang. Solusi kedua ini penting dipikirkan mengingat kebijakan redistribusi
dan realokasi lahan (Reforma Agraria) selalu berbentiran dengan berbagai
kepentingan serta pengakuan berhadapan dengan hak-hak kepemilikan. Bentuk
sumber produksi lain adalah peternakan, perikanan, pengolahan hasil pertanian,
dan kerajinan. Pemilihan kegiatan produksi lainnya yang akan menjadi sumber
pendapatan tambahan adalah kegiatan yang tidak mempersyaratkan skill yang
tinggi serta memiliki pasar yang luas. Artinya, petani pangan secara otomatis
dapat mengerjakannya dan tidak lagi menghadapi kendala pemasaran. Karena itu,
pemerintah dapat mengalokasikan sumberdaya yang dapat menjadi aset produksi
petani pangan. Sebagi contoh di suatu tempat, setiap 10-15 rumah tangga petani
dipercayakan untuk mengelola aset produksi berupa ”bangunan kandang sapi, sapi
produktif, dan biaya kerja tertentu”. Perhitungan luas kandang dan jumlah sapi
disesuaikan dengan skala ekonomi. Mungkin di tempat lain akan cocok dengan
kambing, domba, ataupun ayam, dan lain-lain. Tentu, memerlukan kajian yang
mendalam dan pemetaan jenis intervensi.
4.
Mengembangkan model
kerjasama antara berbagai pihak (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah,
masyarakat, LSM, dan Perguruan Tinggi dalam menangani masalah lingkungan dan
mengentaskan kemiskinan.
5.
Pengembangan kelembagaan
dilakukan dengan pembentukan Kelompok Tani di setiap hamparan atau berdasar kesepakatan
petani. Asosiasi Petani baik di Tingkat kelurahan maupun di tingkat kabupaten yang
akan memberikan arahan terutama memasarkan produk yang dihasilkan dari Home
industry komoditi yang diusahakan
6.
Meningkatkatkan dan
melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
7.
Meningkatkan
pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia (capacity building) yang
ditumbuhkembangkan oleh masyarakat melalui strategi pemberdayaan.
8.
Menciptakan suasana
atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling); dengan
kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena
pada dasarnya setiap manusia atau masyarakat mempunyai potensi yang dapat
dikembangkan. Sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk
membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan
potensi tersebut; dan
9.
Memperkuat potensi atau
daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah
penyiapan. Diperlukan untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif,
meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan
(input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opporunity) yang akan
membantu masyarakat lebih berdaya guna.
Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat
dibutuhkan sekali, tujuannya adalah untuk menghilangkan egosektor dari
masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut
: pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan.
Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi
diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan
tidak akan mampu ditangani oleh secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan
perikanan, mulai dari pusat sampai kedaerah. Kedua, keterpaduan
keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan
program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian,
tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan. Ketiga, keterpaduan
masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar
permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat
komprehensif, dan tidak parsial. Keempat, keterpaduan
lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan
(lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan
efesien.
Kegagalan penanganan
kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga
terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses
perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir
yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab,
serta objek dari kegiatan.
2.
Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan
mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal
(peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang
objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai
strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.
3.
Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek,
kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan
jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya
berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan
dengan jelas.
4.
Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus
disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realiatas yang ada
dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera
dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.
5.
Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan
harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan
menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
Selanjutnya melalui
konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan
kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan
kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan
sosial, dan penataan kemitraan global.
Menciptakan Program
Pemerintah yang Memihak
Bahwa musim paceklik akan hadir dalam
setiap tahunnya. Oleh karenanya berbagai strategi adaptasi dilakukan masyarakat
nelayan untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah
memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk
keluarga di wilayah pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem
pembagian kerja secara seksual (the division of labour by sex) yang
berlaku pada masyarakat setempat.
Kaum perempuan biasanya terlibat penuh
dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti
arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan
jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup
keluarga. Hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi
masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi
adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif
sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana
penduduk miskin itu hidup.
Sedangkan strategi adaptasi yang
dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi pekerjaan untuk
memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi tersebut
diselingi dengan menjual barang-barang berharga yang ada dan berhutang. Namun,
kedua strategi ini pun tidak mudah didapat karena berbagai faktor telah
membatasi akses mereka.
Dengan segala keterbatasan yang ada,
masyarakat nelayan mengembangkan sistem jaringan social yang merupakan pilihan
strategi adaptasi yang sangat signifikan untuk dapat mengakses sumberdaya ikan
yang semakin langka. Jaringan sosial diartikan oleh Mitchell sebagai
seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara kelompok
orang.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan
pemerintah yang nyata dalam mengatasi masa pacaklik ini, salah satunya jaminan
sosial. Jaminan yang dibutuhkan masyarakat nelayan tidak muluk-muluk, mereka
hanya memerlukan tersedianya dana kesehatan dan dana paceklik. Sementara itu,
kebijakan tersebut harus disusun oleh struktur sosial budaya lokal, baik yang
berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang
berlaku dalam masyarakat nelayan. Hal ini dikarenakan, pranata-pranata sosial
budaya yang ada merupakan potensi pembangunan masyarakat nelayan yang bisa
dieksplorasi untuk mengatasi kemiskinan dan kesulitas ekonomi lainnya.
Upaya untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui lima fokus yaitu:
1. Stabilitas
Harga Bahan-Bahan Pokok
2. Mendorong
Pertumbuhan yang Pro Rakyat Miskin
3.
Menyempurnakan dan memperluas Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat
4. Meningkatkan
Akses Masyarakat Miskin kepada Pelayanan Dasar
5. Membangun dan
Menyempurnakan Sistem Perlindungan Sosial Bagi Masyarakyat
Miskin.