Kamis, 07 Juni 2012

kelemahan program pengentasan kemiskinan


Kelemahan dan kekurangan program pengentasan kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokonya. Di Indonesia kemiskinan masih menjadi masalah besar yang ditunggu penyelesainnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan, namun tetap saja tingkat kemiskinan masih tinggi. Perlu adanya evaluasi program pengentasan kemiskinan agar program tersebut dapat berjalan sesuai tujuan. Selain itu, terdapat beberapa kelemahan program pengentasan kemiskinan sehingga tidak berjalan secara efisien. Kelemahan program kemiskinan tersebut, yaitu:
1)      Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro daripada pemerataan;
2)      Sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi;
3)      Lebih bersifat karitatif daripada transformatif;
4)      Memposisikan masyarakat sebagai objek dan bukan subjek;
5)      Cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan masih berorientasi pada ‘charity’ daripada ‘productivity’;
6)      Asusmsi permasalahan dan solusi kemiskinan sering dipandang sama daripada pluralistis.
Menurut Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK, 2003) beberapa kelemahan upaya penanggulangan kemiskinan yang berjalan selama ini antara lain:
1.      Program - program penanggulangan kemiskinan masih bersifat parsial, belum terpadu dan komprehensif.
2.      Belum tersedianya instrumen upaya penanggulangan kemiskinan yang spesifik sesuai dengan keragaman dimensi permasalahan kemiskinan di setiap daerah.
3.      Berbagai kebijakan yang semula diproyeksikan untuk mengatasi masalah kemiskinan pada kenyataannya melahirkan masalah baru, yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam menangani masalah kemiskinan.
4.      Lemahnya birokrasi pemerintah, kecilnya peran masyarakat, LSM, tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah, terhambatnya komunikasi pembuat program dengan stakeholders.
Selain itu, kesalahan analisis atau pentargetan sebagaimana terjadi dalam program-program ini menyebabkan banyak keluarga miskin gagal menikmati manfaat program-program tersebut. Ada banyak alasan mengapa terjadi pentargetan yang buruk, seperti sistem data dan informasi yang tidak tepat, kurangnya waktu untuk analisis mikro dan persiapan program, serta terlalu banyak program yang menggunakan pendekatan pentargetan berdasarkan wilayah. Sebagian besar aspek sosialisasi dan pelaksanaan adalah kurang memadai karena berbagai sebab.
Efektifitas program
1.       Percepatan penanggulangan kemiskinan  dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top-down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-sumber daya lokal.
2.       program yang dijalankan lebih dominan bersifat politis dibandingkan aspek strategis dan ekonomis. Pada kenyataannya banyak terjadi program-program yang telah dirancang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Penentuan lokasi dan penerima manfaat program lebih ditentukan oleh “kedekatan spesial” kelompok-kelompok tertentu dengan birokrasi maupun legislatif. Kondisi ini tentunya sangat sulit untuk menilai efektifitas program yang dilakukan dari aspek strategis dan ekonominya. Dan tentunya mengakibatkan kecemburuan social.
3.       Sinergi dan ego sektoral. Pembangunan di sektor pertanian selama ini masih belum menunjukkan adanya sinergisitas antar seluruh stakeholder. Sinergi antarbidang pembangunan sangat diperlukan demi kelancaran pelaksanaan dan tercapainya secara efektif dan efisien berbagai sasaran pembangunan. Demikian pula dengan adanya indikasi ego sektoral di dalam suatu pengelolan pembangunan. Konkretnya, program-program pertanian yang dilakukan harus ditunjang oleh semua sektor terkait.  Perencanaan pembangunan ke depan semestinya mengakomodasi konsep pemberdayaan dan partisipatif petani sebagai subyek dari kemiskinan itu sendiri.
4.       Kebijakan pertanian secara formal dinyatakan berlaku dan bisa dipaksakan, tetapi pada tahap pelaksanaan bisa kehilangan kekuasaan otonominya apabila kondisi dan karakter sosial orang-orang yang terlibat pengentasan kemiskinan petani tidak diperhitungkan secara matang.  Pada dimensi ini penting ada analisis sosial, politik, psikologis, dan ekonomis terhadap para politisi, pengusaha, birokrat, dan respons masyarakat lain (di luar petani), agar diketahui dan bisa dibangkitkan komitmennya terhadap program pengentasan kemiskinan petani tersebut. Pengentasan kemiskinan bukanlah pekerjaan instan melainkan perlu kerja keras, kebersamaan, dan keterpaduan segenap komponen bangsa.

Strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
Dalam mengatasi masalah kemiskinan diperlukan kajian yang menyeluruh (comprehensif), sehingga dapat dijadikan acuan dalam merancang program pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih menekankan pada konsep pertolongan. Pada konsep pemberdayaan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menolong yang lemah atau tidak berdaya (powerless) agar mampu (berdaya) baik secara fisik, mental dan pikiran untuk mencapai kesejahteraan sosial hidupnya. Dalam konteks ini, mereka dipandang sebagai aktor yang mempunyai peran penting untuk mengatasi masalahnya.
Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi (kata kuncinya adalah perlindungan kepada masyarakat). Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada masyarakat lemah atau miskin amat mendasar sifatnya, karena melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutup dari interaksi, karena hal itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dalam konsep pembangunan, pemberdayaan adalah menjadikan masyarakat bukan sebagai pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat akan lebih mengutamakan empat faktor penting yakni : pemberdayaan masyarakat (people empowerement), partisipasi masyarakat (people participation), organisasi masyarakat (community organization), dan pemimpin yang bijaksana (leadership). Faktor-faktor tersebut diatas dimaksudkan untuk memadukan dan menentukan arah kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan anatara lain meliputi :
1.       Kebijaksanaan yang tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijaksanaan langsung yang ditujukan kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
2.      Kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan masyarakat miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, dan sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan.
Adapun upaya yang yang harus dilakukan oleh stakeholders khususnya pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan kemiskinan yaitu :
1.      Pengentasan kemiskinan petani bukan sekadar masalah prosedural, mekanis, dan teknis, melainkan harus menukik sampai pada tataran moral. Di sinilah analisis sosial sebagai upaya mengenali karakter, dinamika sosial, dan denyut-jantung kehidupan (aspirasi) petani menjadi penting agar semua kebijakan di bidang pertanian selaras dengan aspirasi masyarakat petani. Sangat diharapkan kebijakan pertanian tersebut fasilitatif dan akomodatif terhadap keseluruhan aktivitas pertanian: sejak pemilikan tanah, budi daya tanaman, sampai pemasaran hasil pertanian. Keseluruhan kebijakan pertanian harus propetani
2.      Melalui program redistribusi dan Realokasi lahan. Untuk mensejahterahkan petani pangan, kita harus masuk kepada faktor utama (main production factor), yaitu faktor lahan. Untuk itu, program Realokasi dan Redistribusi Lahan pertanian harus menjadi arus utama (mainstream) penyelesaian masalah kemiskinan pedesaan serta harus segera pelaksanaannya. Langkah-langkah struktural yang perlu diambil adalah : (1) Membuat kebijakan sebagai batas minimal luas lahan garapan per rumah tangga. Misalnya petani sawah, dengan patokan harga berlaku saat ini, setiap rumah tangga petani layaknya minimal mengelola lahan seluas 2 hektar. (2) Pemerintah mengambil alih penguasaan lahan tertentu. Misalnya, lahan-lahan terlantar yang saat ini dikuasai oleh pengusaha. Demikian pula, lahan-lahan sawah yang diprediksi akan beralih fungsi dengan makin berkembangnya infrastruktur jalan di sekitarnya seyogyanya dibebaskan oleh pemerintah. Hal ini merupakan tindakan struktural yang nyata, bukan sekedar program program pengendalian konversi lahan pertanian. (3) Melakukan pencetakan sawah-sawah baru yang hak kepemilikan masih tetap di tangan pemerintah. Jadi, bukan sekedar pencadangan lahan abadi untuk pertanian tetapi merujuk dengan penyesuaian jumlah rumah tangga petani yang berlahan sempit. Langkah-langkah ini akan menjadi kerangka kerja program realokasi pengelolaan (bukan kepemilikan) lahan dan mendistribusikan kepada petani lahan sempit dan buruh tani.
3.      Petani dibantu mengerjakan sumber produksi lain di luar usahatani yang digeluti sekarang. Solusi kedua ini penting dipikirkan mengingat kebijakan redistribusi dan realokasi lahan (Reforma Agraria) selalu berbentiran dengan berbagai kepentingan serta pengakuan berhadapan dengan hak-hak kepemilikan. Bentuk sumber produksi lain adalah peternakan, perikanan, pengolahan hasil pertanian, dan kerajinan. Pemilihan kegiatan produksi lainnya yang akan menjadi sumber pendapatan tambahan adalah kegiatan yang tidak mempersyaratkan skill yang tinggi serta memiliki pasar yang luas. Artinya, petani pangan secara otomatis dapat mengerjakannya dan tidak lagi menghadapi kendala pemasaran. Karena itu, pemerintah dapat mengalokasikan sumberdaya yang dapat menjadi aset produksi petani pangan. Sebagi contoh di suatu tempat, setiap 10-15 rumah tangga petani dipercayakan untuk mengelola aset produksi berupa ”bangunan kandang sapi, sapi produktif, dan biaya kerja tertentu”. Perhitungan luas kandang dan jumlah sapi disesuaikan dengan skala ekonomi. Mungkin di tempat lain akan cocok dengan kambing, domba, ataupun ayam, dan lain-lain. Tentu, memerlukan kajian yang mendalam dan pemetaan jenis intervensi.
4.      Mengembangkan model kerjasama antara berbagai pihak (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, LSM, dan Perguruan Tinggi dalam menangani masalah lingkungan dan mengentaskan kemiskinan.
5.      Pengembangan kelembagaan dilakukan dengan pembentukan Kelompok Tani di setiap hamparan atau berdasar kesepakatan petani. Asosiasi Petani baik di Tingkat kelurahan maupun di tingkat kabupaten yang akan memberikan arahan terutama memasarkan produk yang dihasilkan dari Home industry komoditi yang diusahakan
6.      Meningkatkatkan dan melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
7.      Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia (capacity building) yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat melalui strategi pemberdayaan.
8.      Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling); dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia atau masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut; dan
9.      Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan. Diperlukan untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opporunity) yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna.
Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat dibutuhkan sekali, tujuannya adalah untuk menghilangkan egosektor dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut : pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani oleh secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, mulai dari pusat sampai kedaerah. Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial.  Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.
2. Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.
3. Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.
4. Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.
5. Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
Menciptakan Program Pemerintah yang Memihak
Bahwa musim paceklik akan hadir dalam setiap tahunnya. Oleh karenanya berbagai strategi adaptasi dilakukan masyarakat nelayan untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di wilayah pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara seksual (the division of labour by sex) yang berlaku pada masyarakat setempat.
Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup.
Sedangkan strategi adaptasi yang dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi pekerjaan untuk memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi tersebut diselingi dengan menjual barang-barang berharga yang ada dan berhutang. Namun, kedua strategi ini pun tidak mudah didapat karena berbagai faktor telah membatasi akses mereka.
Dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan mengembangkan sistem jaringan social yang merupakan pilihan strategi adaptasi yang sangat signifikan untuk dapat mengakses sumberdaya ikan yang semakin langka. Jaringan sosial diartikan oleh Mitchell sebagai seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara kelompok orang.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang nyata dalam mengatasi masa pacaklik ini, salah satunya jaminan sosial. Jaminan yang dibutuhkan masyarakat nelayan tidak muluk-muluk, mereka hanya memerlukan tersedianya dana kesehatan dan dana paceklik. Sementara itu, kebijakan tersebut harus disusun oleh struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan. Hal ini dikarenakan, pranata-pranata sosial budaya yang ada merupakan potensi pembangunan masyarakat nelayan yang bisa dieksplorasi untuk mengatasi kemiskinan dan kesulitas ekonomi lainnya.

Upaya untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui lima fokus yaitu:

1. Stabilitas Harga Bahan-Bahan Pokok
2. Mendorong Pertumbuhan yang Pro Rakyat Miskin
3. Menyempurnakan dan memperluas Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat
4. Meningkatkan Akses Masyarakat Miskin kepada Pelayanan Dasar
5. Membangun dan Menyempurnakan Sistem Perlindungan Sosial Bagi Masyarakyat Miskin.

1 komentar: